Kupang, fajartimor-Kabar tak sedap soal adanya temuan BPK RI Perwakilan NTT tentang temuan pelanggaran proses dan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah di luar amanat Perpres 70 yang dilakukan Dinas PU NTT semenjak tahun 2012 mendapat tanggapan anggota dewan setempat.
Kepada fajartimor, Angelino Da Costa, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi NTT yang berhasil dimintai tanggapannya soal kisruh Tender Pengadaan barang/Jasa Pemerintah yang dialamatkan pada Dinas Pekerjaan Umum mengatakan bahwa hal yang benar dan patut adalah sesuai perintah Peraturan Presiden nomor 70 Tahun 2012, semua kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah seyogyanya berada dibawah satu atap uang yang bernama ULP Provinsi.
“Kita harapkan setelah ada temuan dan rekomendasi BPK RI, ya proses tender barang/jasa pemerintah yang dilakukan sepanjang ini oleh PU, harus kembali ke ULP”, tegasnya.
Soal Kemandirian ULP NTT kata Angelino, masih perlu mendapat perhatian khsusus. Karena ada begitu banyak kekurangan disana sini.
“Kita lihat kondisi ULP sendiri, peralatan pendukungnya tidak memadai. Ya komputernya, servernya, ruangan ruangannya. Kita juga kemudian mendorong anggaran untuk adanya ruangan khsusus untuk kegiatan evaluasi dan klarifikasi. Kesulitan berikutnya ya soal regulasi. Sementara dilain sisih PP 41 baru keluar. Kita juga berharap dengan dikeluarkannya PP 41, maka tidak ada alasan lain lagi. ULP segera mandiri. Biro Administrasi Pembangunan yang langsung membawahi ULP kita minta agar secepatnya menyiapkan Perda Pembentukan Struktur Organisasi. Ikutannya SDM (sumber daya manusia) dari setiap SKPDnya yang bagus kemudian bisa di SK kan langsung oleh Gubernur”, jelas Angelino.
Kisruh Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan PU diluar ULP ungkap Angelino, diharapkan berakhir pada tahun anggaran 2016. Pada prinsipnya pada tahun anggaran 2017, semua kegiatan tender SKPD se-provinsi NTT sudah harus berada di ULP.
“Justru dengan persoalan itu, kami komisi empat, pada pembahasan anggaran 2016, menganjurkan kepada mitra Biro Administrasi Pembangunan untuk melakukan studi banding di daerah daerah yang sudah dianggap berhasil. Dan untuk diketahui dari hasil studi banding di ULP Provinsi Gorontalo, banyak hal yang kemudian didapat. Saya kira hal ini menjadi masukan berarti. Memang harus diakui pula masih ada begitu banyak kekurangan yang ada pada ULP kita. Akan tetapi dengan hasil kunjungan ke ULP Gorontalo, pada 2017 ULP kita sudah bisa mandiri. Komitmen kita ya, dokumen dokumen pendukung kita ambil dan siapkan, termasuk adanya usulan Ranperda dan pembenahan struktur organisasi ULP”, terang Angelino.
Soal Legalitas Tender yang dilakukan PU NTT (PU Net), memang kini menjadi polemik panjang. Tapi kitapun berharap persoalan tersebut sedapat mungkin terselesaikan pada tahun anggaran 2017.
“Memang harus diakui ULP hanya ada di provinsi. Hanya saja, kekurangan kekurangan tadi itu yang kemudian dirasakan sebagai hal prinsip yang semestinya butuh sentuhan, sehingga tidak terkesan ULP kita digantung dengan sejumlah regulasi yang belum final. Setelah semua kekurangan tersebut sudah teratasi, saya kira tidak ada alasan lagi dari dinas tertentu untuk kelola sendiri kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Jika kemudian pada tahun anggaran 2017 tidak berjalan, maka hal tersebut sudah menjadi kewenangan LKPP dan aparat penegak hukum”, tutup Angelino. (ft/tim)