*Terkait Kasus Bayi Meninggal di Lembata
Kupang, fajartimor.net – Tudingan terhadap dokter spesialis Kandungan RSUD Lelwoleba yang kuat dugaan menjadikan ibu hamil, pasien BPJS sebagai lahan mencari uang (lahan bisnis) sudah menjadi rahasia umum.
Hal tersebut disuarakan para medis yang masih jujur bekerja membantu persalinan dan perawatan ibu hamil dan ibu nifas kepada media ini yang enggan disebutkan namanya belum lama ini.
Menurut mereka, RSUD Lewoleba sepanjang beroperasi hanya menjadi tempat persinggahan terakhir jika ibu hamil ataupun bayi yang sudah dioperasi besar (cesar) mengalami masa kritis.
“RSUD Lewoleba acap kali menerima ibu hamil dan bayi-nya dalam keadaan kritis,” ungkap mereka.
Terakhir, Bayi yang diberitakan meninggal oleh sejumlah media massa yang di bawa ke RSUD Lewoleba sebenarnya sudah dalam keadaan meninggal.
“Bayi itu sudah dalam keadaan meninggal ketika di bawa ke RSUD Lewoleba,” ucap mereka.
Dikatakan rumor terkait dugaan adanya bisnis pasien ibu hamil di Lembata telah menjadi rahasia umum. Karena hampir bisa dipastikan setiap pasien yang ditangani dokter spesialis tersebut selalu ditangani dengan penanganan operasi besar (cesar). Operasi besar (cesar) itupun di taksir antara sepuluh jutaan hingga belasan juta rupiah.
“Ada pasien yang langsung bayar. Sementara lainnya yang tidak bisa bayar, biaya operasi besarnya (cesar, red) di klaim dokter spesialis tersebut ke BPJS,” terang mereka.
Kembali kepada kasus bayi meninggal dari desa Kolontobo tersebut kata para medis yang masih enggan nama mereka disebutkan, terurai penanganan terakhir sebelum ke RS Damian justru terjadi di K24.
“Pertanyaannya, dari mana surat rujukan ke Damian itu dibuat? Kalau pasien diperiksa di K24, apa bisa rujukan dikeluarkan dari Puskesmas Waipukang? Dari mana dokter pemberi rujukan mendapatkan informasi untuk membuat surat rujukannya? Karena hemat kami dalam sistem rujukan pasien BPJS, tidak bisa rujukan dari dokter swasta yang tidak bekerjasama dengan BPJS,” jelas mereka.
Dikatakan, kalau memang benar tidak ada rujukan ke K24, dinamakah peran bidan desa dan Puskesmas Waipukang dalam pemantauan ibu hamil apalagi dalam masa kritis?
Karena normalnya SOP itu, ibu hamil yang dalam tafsiran persalinan selayaknya dipantau setiap hari selama satu kali dua puluh empat jam. Bahkan pada H-7 harus dipantau ketat. Ada alokasi anggarannya.
“Kami justru menduga bisnis pasien ibu hamil tersebut terjadi karena sudah direncanakan bahkan didisain secara matang. Komunikasi yang dibangun dugaan kami kusus bayi meninggal dari desa kolontobo ini, ya antara dokter spesialis, Bidan Desa, Puskesmas Waipukang, pihak RS Damian juga K24,” jelas mereka.
Awasan Doter Ribka Ciptaning, anggota DPR RI kepada tiga orang anaknya yang berprofesi dokter agar tidak menjadikan profesinya sebagai lahan bisnis rupanya berbuah fakta.
“Di Lembata ada dugaan kuat dokter spesialis menjadikan profesi dokter dan spesialisasinya sebagai lahan bisnis. Kita berharap persoalan ini segera diungkap agar tidak lagi ada dusta di antara kita. Pintu masuknya kasus bayi meninggal dari desa Kolontobo,” tutup mereka.
Hingga berita ini diturunkan, Bidan Desa Kolontobo, Pihak Puskemas Waipukang Ileape, Penanggung jawb RS Damian Lewoleba juga Penanggungjawab K24 belum bisa dimintai klarifikasinya oleh media ini. (ft/tim)