Kupang,fajartimor.net-Jangan karena atas nama permintaan rakyat dan jatah proyek, lalu ada alokasi jumlah titik Sumur Bor tanpa mempertimbangkan zona gempa dan ketersediaan alat Bor!
Hal tersebut ditegaskan pakar air bersih Kota Kupang kepada fajartimor saat disambangi di kediamannya, Minggu (15/05).
Menurutnya, ada beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur yang struktur tanahnya labil dan sering diguncang gempa.
“Ambil misal Alor. Daerah itu sering diguncang gempa. Itu berarti struktur tanahnya tidak stabil. Dan sebagai ikutannya sumber air di kedalaman 45 meter apalagi hitungan 50 meter ke 80 meter akan sangat sulit sekali. Pertanyaannya, apakah sebelumnya tenaga ahli Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT, sudah melakukan survey Geolistriknya atau tidak? Atau jangan jangan kegiatan geolistriknya sama sekali tidak dilakukan?”, sindirnya.
Ada hitungan hitungan yang semestinya dilakukan awal sebelum alokasi titik Sumur Bor tersebut di sebar ke sejumlah Kabupaten/Kota.
“Bila Alor mendapat 7 titik Sumur Bor, opini yang berkembang adalah seperti apa model desain dan perencanaannya? Apakah Distamben sudah berhitung soal berapa banyak alat Bor yang ada di NTT? Karena hitungan saya, alat Bor di NTT kepemilikannya sangat terbatas. Satu unit punyanya Distamben Provinsi, dua unit miliknya P2ATK, satu Unit lagi ada di Permukiman NTT dan satu unit lainnya ada di P3S. Selebihnya milik beberapa pengusaha lokal Kota Kupang. Kalau seperti ini, pertanyaan ikutan mobilisasi alatnya nanti seperti apa? Kan nantinya binggung dong. Pokoknya prihatin saja lah”, kesalnya.
Nilai prinsipnya adalah geolistrik menjadi yang pertama dan terutama. Karena akan berimbas pada semua hal teknis pelaksanaan di lapangan termasuk soal asas manfaat.
“Poin saya, geolistrik untuk sejumlah titik Sumur Bor yang tersebar di Kabupaten/Kota, rupanya masih jauh dari harapan dan tidak sangat dipertimbangkan Distamben Provinsi sebagai Pengguna Anggaran (PA). Atau mungkin Distamben diduga hanya asal kerja dan tidak paham geolistrik”, tudingnya.
Sementara ditempat terpisah, Jefri Un Banunaek, Anggota Komisi IV DPRD NTT yang berhasil dimintai tanggapannya kepada fajartimor mengatakan bahwa tahun ini (2016), melalui dinas teknis (Distamben NTT), telah dialokasikan 44 Sumur Bor yang tersebar di 22 Kabupaten/Kota.
“Khusus untuk Dapil TTS ada 7 titik. Itupun atas permintaan rakyat saat DPRD melakukan kunjungan kerja pada setiap daerah pemilihan (reses). Harapan akan keterpenuhan air baku yang disodorkan rakyat kita tampung, dan selanjutnya kita ajukan ke pemerintah provinsi. Dinas Pertambangan dan Energi yang adalah mitra Komisi IV kemudian meresponnya”, jelas Jefri.
Terkait teknis pelaksanaannya dan seperti apa pengejawantahannya (rencana aksi dan model kegiatannya di lapangan) sudah menjadi wilayah kerja Distamben NTT. DPRD hanya sebatas menyampaikan pendapat politis sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat.
“Soal Sumur Bor itu sendiri sudah kita bahas bersama Dinas Pertambangan dan Energi NTT. Kita juga berharap ada sinergisitas antara pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota. Karena goalnya sudah tentu untuk rakyat NTT yang terus saja dilanda kekeringan dan kemarau yang berkenpanjangan. Sementara menyangkut teknis pengeboran, juga soal apakah telah dilakukan survey geolistrik dan lainnya bukan merupakan kewenangan DPRD, begitu!”, tutup Jefri. (ft/angel)