Kupang, fajartimor.net– Perhatian pemerintah Pusat atas persoalan stunting NTT, di masa kepemimpinan Gubernur-Wakil Gubernur, Viktor Bungtilu Laiskodat-Yosef Nae Soi, serius dilakukan. Pada tahun 2019, 30 Desa dari tiga Kabupaten akan dijatah bantuan sanitasi. 10 Desa di TTS rupanya masuk nominasi alokasi bantuan yang bersumber dari dan APBN.
Penegasan tersebut disampaikan langsung Kepala Satuan Kerja Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman NTT, (Kasatker PPLP), Ir. I Wayan Krisna Wardana, MT kepada sejumlah awak media bertempat di ruang kerjanya, Rabu (12/12/2018).
Menurut pemegang sertifikat keterangan ahli konstruksi jalan dan jembatan tersebut, persoalan buruknya sanitasi di sejumlah wilayah Indonesia Timur justru berakibat pada penyakit stunting (pertumbuhan anak kerdil usia dini) yang berlangsung secara terus – menerus.
“Limbah air yang tidak terurus dan terus menebar embrio stunting diyakini sebagai yang kurang sehat dan merusak sekaligus menimbulkan ketidaksehatan lingkungan. Oleh karenanya untuk meminimalisir persoalan lingkungan tersebut pemerintah pusat dalam kajian teknisnya memutuskan dan mengalokasikan anggaran yang bersumber dari APBN untuk perbaikan sanitasi pada sejumlah daerah rawan stunting”, terang Wayan.
Kali ini (tahun anggaran 2019) katanya, NTT di jatah 30 desa yang tersebar di tiga kabupaten. (TTS,Belu dan Ngada). Alokasi anggarannya sebesar Rp 350 juta.
“10 desa di TTS tentu akan menerima program khusus pemerintah pusat. Dananya akan di kelola langsung oleh pihak desa. Kami dari pihak Satker hanya membantu dan memfasilitasi di bidang tekniknya,” jelas Wayan.
Dijelaskan, bantuan berupa pembangunan sanitasi ini juga merupakan perwujudan program Nawacita presiden Jokowidodo. Desa-desa yang terkena dampak stunting tersebut tentunya sudah di data kementerian terkait. Pihak Satker hanya tinggal menjalankan aksi lapangan sesuai juklak-juknis.
“Kita berharap program ini akan berdampak positif terhadap upaya menimanilisir penyakit stunting pada anak usia pertumbuhan yang justru ikut mempengaruhi kecerdasan dibawah kecerdasan normal. Khusus soal desa sasaran menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan RI”, tutup Wayan. (ft/boni)