Fajartimor.com – Kerja sama Bilateral khusus Unggas dan turunannya antara Indonesia dan Timor Leste yang fakum selama kurun waktu 14 tahun dibuka kembali.
Wabah Flu Burung ( Avian Influence-H5N1) yang mewabah di Indonesia pada tahun 2002 berimbas pada ditutupnya produk Unggas dan turunannya oleh Negara Timor Leste semenjak tahun 2004 hingga April 2018, jelas Patrianus Lali Wolo Anggota Komisi II DPRD (yang membidangi Ekonomi), Fraksi PDI Perjuangan kepada fajartimor di Ruang Fraksi setempat, Senin (14/05/2018).
Menurutnya, Wabah sonosis berbahaya yang menyerang Unggas Indonesia dan diyakini bisa merusak sistim kekebalan tubuh manusia yang berakibat kematian tersebut berujung ditutupnya impor Unggas dan turunannya oleh Negara Timor Leste.
“Produk Unggas dan turunannya yang ditutup Timor Leste semenjak 2004 hingga April 2018 diantaranya: Unggas, pakan Ternak, bibit ternak unggas, bibit pedaging (ayam pedaging), ayam petelur, daging daging unggas dan olahannya baik Karkas, frid chikennya, sosis, karages, termasuk obat obatan asal Indonesia”, jelas Patrianus.
Demi keamanan dan kenyamanan konsumsi Unggas dan turunannya setelah menutup kran impor dari Indonesia, pihak Timor Leste justru mendatangkan Unggas dan turunannya dari Negara Negara bebas.
“Jadi selama kurang lebih 14 tahun Timor Leste mengimpor Unggas dan turunannya dari negara Malaysia, Spanyol, Brasil dan Cina” aku Patrianus.
Dari Kompartemen bibit sendiri, anak ayam umur sehari DOC (Do Cik) itu, kemudian dinilai sebagai yang sudah bebas sehingga keputusan kementrian Peternakan Timor Leste dan Kementerian terkait setelah risk analisis memutuskan bahwa pusat pembibitan unggas di Indonesia sudah bebas flu burung.
“Sekarang setelah 14 tahun dan setelah Indonesia sudah melakukan risk analisis untuk persoalan penyakit ini, ternyata beberapa induk faham di pusat pusat pembibitan ternak setelah diambil datanya oleh badan kesehatan dunia kemudian mengeluarkan rekomendasi yang pada prinsipnya menyatakan bahwa Indonesia termasuk kita di NTT (Khusus di kecamatan Kupang Timur di Desa Oefafi yang bergerak secara permanen di bidang usaha pembibitan anak ayam) dinyatakan telah terbebas dari penyakit flu burung”, ungkap Patrianus.
Karena keamanan itulah kata Pria yang sudah berjasa menghidupkan pelaku usaha unggas NTT, maka pada tanggal 4 Mei 2018, berpusat di Districk Oekusi (Perbatasan Wini-TTU), telah dibuka kembali kran impor (perdagangan Bilateral) melalui Menteri Pertanian, Dirjen Peternakan Republik Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pertanian Timor Leste dan sejumlah Dirjen dibawah Kementerian Pertanian.
“Kegiatan kerja sama bilateral khusus Unggas dan turunannya dihadiri pelaku usaha peternakan, pedagang, lalu dari industri pembibitan dari kedua negara yang dilakukan di pintu perbatasan Wini persisnya di Districk Oekuse-Timor Leste)”, kupas Patrianus.
Sebagai langkah awal kerja sama rilis Putra Nagekeo alumnus Fakultas Peternakan Undana tersebut, telah dilakukan ekspor perdana.
“Ekspor Perdana khusus Unggas dikisaran 2000 ekor. Itupun untuk menjawab permintaan sebanyak 10000 ekor, jangka waktu Mei dan Juni 2018. Pakannya sudah sekitar 20 Kontaniner (400 ton). Daging olahannya sekitar 5 kontainer (100 ton). Sementara Karkas (daging beku) dan produk produk olahan siap saji diharapkan juga dari Indonesia”, beber Patrianus.
Dikatakan dari aspek devisa Indonesia (NTT) ada peningkatan nilai ekspor. Di satu sisih ada penambahan lapangan kerja karena ada peluang usaha baru.
“Artinya para peternak di perbatasan bisa menggunakan ruang kerja sama tersebut untuk boleh bertransaksi di pasar Internasioanal perbatasan Indonesia – Timor Leste yang akan diresmikan Presiden Joko Widodo. Ini perlu didorong untuk peternak peternak daerah perbatasan baik di Motamasin dan Mota’ain sehigga ekonomi kerakyatan bisa maju selain swasembada untuk kebutuhan protein hewani di NTT tapi juga ada peluang pasar yang baru”, spirit Patrianus.
Ditambahkan, kerja sama bilateral khusus Unggas dan turunannya tersebut, dihadiri Dubes RI untuk Timor Leste, Sahad Sitorus, Menteri Pertanian Timor Leste, Dirjen Peternakannya Dominggus Gusmao dan beberapa Dirjen dari Kementerian Indonesia dan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Dari Komisi II yang membidangi itu, Saya hadir kemarin sebagai representasi lembaga DPRD”, pungkas Patrianus. (ft/boni)