Kupang, fajartimor.net – Dugaan konspirasi besar Komisioner KPU Lembata dan Komisioner KPU Provinsi NTT, dengan berusaha menyembunyikan Surat Prinsip Dirjen OTDA, terkait pelanggaran administrasi Eliaser Yentji Sunur calon Petahana Lembata, dinilai sebagai sebuah kejahatan terhadap Negara. Tanpa menunggu laporan masyarakat Kepolisian sebetulnya sudah layak memanggil dan memeriksa Komisioner KPU.
Penegasan tersebut disampaikan Melkianus Nona Ketua Laskar Merah Putih, pengawal Demokrasi NTT kepada fajartimor, Kamis (8/12/16).
Menurutnya, terkuaknya surat penegasan Kemendagri melalui Dirjen Otonomi Daerah, yang dibuat di Jakarta, tanggal, 25 November 2016 dengan nomor: 337/9447/OTDA, hal: Tanggapan Terhadap Tindaklanjut Rekomendasi Panwaslih Kabupaten Lembata, yang sifatnya: Segera, dalam rangka menjawab surat KPU Lembata bernomor: 189/KPU-KAB.018.434047/X/2016, tanggal 30 Oktober 2016, mengindikasikan adanya konspirasi besar antara KPU Lembata, KPU Provinsi dan Bupati non aktif (calon petahana) Eliaser Yentji Sunur.
“Saya justru menilai jawaban mengada ada dan sejumlah argumentasi konyol Ketua KPU Lembata dan salah satu anggota Komisioner KPU NTT, yang ditayang sejumlah media, jelas syarat kepentingan. Rakyat Lembata termasuk semua kita sudah tentu akan bertanya tanya, koq kenapa baru sekarang dijelaskan. Kenapa jauh jauh hari sebelum bocor dan diberitakan media online maupun cetak, hal prinsip ini tidak dijelaskan ke Publik dan rakyat Lembata? Hemat saya, terkuaknya surat prinsip Kemendagri yang ditandatangani Dr. Sumarsono, MDM (Dirjen Otda) justru semakin memperkuat adanya dugaan konspirasi besar Komisioner KPU Lembata, komisioner KPU NTT dan Bupati non aktif Eliaser Yentji Sunur,”, terang Melkianus.
Dengan terkuaknya surat prinsip Kemendagri tersebut lanjut Melkianus, mengindikasikan adanya usaha sitimatis KPU Lembata membelokkan semangat Undang undang nomor: 10 Tahun 2016.
“Ini masuk kategori kejahatan demokrasi. Membelokkan semangat Undang undang nomor: 10 tahun 2016 sama artinya melawan Undang undang. Itupun bisa berarti sebuah bentuk kejahatan terhadap Negara. Kepolisian seharusnya sudah bisa memanggil dan memeriksa lima orang Komisioner KPU Lembata. Bila kemudian ada juga keterlibatan Komisioner KPU NTT, ya panggil dan periksa. Biar semuanya jadi terang benderang. Jika ada pertanyaan apa saja buktinya, jawabannya, ya itu, surat kemendagri tersebut sepanjang ini disembunyikan dan baru ketahuan ketika ada pemberitaan di media masa. Unsur melawan hukumnya jelas. Ada usaha menyembunyikan barang bukti,”, tandas Melkianus.
Sementara soal Diskualifikasi Eliaser Yentji Sunur kata Melkianus, Panwaslih Lembata diharapkan sesegera mungkin melakukan koordinasi dengan struktural Bawaslu NTT dan Pusat, untuk selanjutnya di bawa ke persidangan DKPP RI.
“Saya kira surat Kemendagri tersebut adalah bukti formil Panwaslih Kabupaten Lembata. Segera lengkapi dan dibawa ke persidangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia. Dan bila kemudian terbukti sudah tentu sanksi pemecatan terhadap lima anggota Komisioner KPU Lembata juga Komisioner KPU NTT akan terlaksana. Eliaser Yentji Sunur dengan sendirinya akan terdiskualifikasi. Harapannya, ya pesta demokrasi rakyat Lembata tidak tercemar dan tercederai akibat ulah satu dua orang yang sangat tidak bertanggung jawab. ,” pungkas Melkianus.
Komisioner KPU NTT yang berusaha dikonfirmasi media ini di Kantor KPU setempat justru tidak berbuah hasil. Dalil yang disampaikan, sejumlah Komisioner KPU NTT lagi bertugas ke luar daerah. Sementara Petrus Payong Pati, yang dihubungi media ini melalui telepon selular, masih saja mengalihkan panggilannya. (ft/boni)