JAKARTA, fajartimor.net-Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan akan memanggil politisi Partai Golkar, Setya Novanto untuk memberikan keterangan terkait penyelidikan dugaan permufakatan jahat tanpa menunggu ijin dari Presiden Joko Widodo.
Menurut Prasetyo, setelah melakukan pengkajian, pihaknya tidak memerlukan lagi izin dari presiden untuk meminta keterangan dari Novanto karena berdasar pada Undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) pasal 245 ayat 3 c.
“Dalam pasal 245 ayat 3 bahwa izin itu tidak diperlukan kalau anggota DPR itu diduga melakukan tindak pidana khusus. Jadi dengan adanya ketentuan itu akhirnya kita simpulkan memang izin tidak diperlukan,” kata Jaksa Agung saat dihubungi, Kamis (7/1/2016).
Hal itu, dinilai Prasetyo, dikuatkan dengan fakta yang ditemukan dari keterangan Sekretaris Jenderal MPR DPR Winantuningtyastiti Swasanani.
“Apa yang dilakukan Setya Novanto tidak berkaitan dengan tugasnya, dikuatkan dengan pernyataan Sekjen MPR DPR,” kata Jaksa Agung.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, yang ditemui pada kesempatan berbeda, menyatakan keterangan dari Sekjen MPR DPR membuat pihaknya dapat memanggil Novanto tanpa izin presiden. Sesuai dengan pasal 224 ayat 5 UU MD3.
“Dalam waktu dekat undang akan kami minta keterangan. Kami masih rapatkan, besok putuskan kapan,” kata Arminsyah.
Pada penyelidikan kasus ini Kejaksaan Agung menyatakan telah meminta bantuan dari ahli tekonologi informasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Selain meminta pendapat dari ahli dua perguruan tinggi negeri, pada penyelidikan ini sudah 12 orang yang dimintai keterangannya oleh Kejaksaan Agung. Orang-orang tersebut adalah Maroef Sjamsoedin; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said; Sekretaris Pribadi Setya Nivanto, Medina; Sekjen MPR DPR, Winantuningtyastiti Swasanani; Deputi I Staf Kepresidenan, Darmawan Prasodjo; dan empat orang pegawai Hotel Ritz Carlton Jakarta.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut mantan Ketua DPR meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi. (ft/tribunnews)