(Bagian 2)
Kupang, fajartimor.net – Aneh, penetapan Tersangka Christian Fanda atas tuduhan dugaan persetubuhan dengan Saksi Korban Mira Lainu anak yang katanya dibawah umur, tidak didukung dengan minimal dua alat bukti. Yang berlaku justru berdasarkan keterangan saksi!
Jika keterangan Saksi menjadi dalil hukum positif menghukum seseorang atas tuduhan perbuatan melawan hukum maka jelas telah terjadi pelanggaran atas pasal 184 KUHAP (pasal kramat) yang menjadi pedoman penyidikan sebuah perkara Pidana termasuk penyidikan ditingkat penyidikan jaksa hingga penuntutan Jaksa Penuntut di fakta persidangan, jelas Edward Alfons Theorupun, Pengacara Terdakwa Christian Fanda pekan lalu (Jum’at, 20/04/2018) kepada fajartimor di Pengadilan setempat.
Menurutnya Dasar ditetapkannya Christian Fanda sebagai Tersangka persetubuhan atas Mira Lainu, anak dibawah umur hanya berdasarkan keterangan sejumlah saksi.
“Hukum positif Indonesia koq sudah aneh ya. Ketika seseorang dituduh melakukan perbuatan pidana cukup hanya dengan keterangan para saksi maka semuanya selesai. Buktinya Kasus pidana yang dialamatkan kepada Terdakwa Christian Fanda, hanya berdasarkan sejumlah keterangan saksi buatan (rekaan) Oknum Penyidik Polda dan Oknum Jaksa Penyidik hingga penuntutan di Fakta Persidangan”, terang Edward.
Hal penting katanya, saat dilakukannya penyerahan Tersangka Christian Fanda dari Penyidik Polda NTT kepada Jaksa Penuntut Umum jelas tidak ada barang bukti (dua alat bukti) yang dibawa oleh Penyidik.
“Saat dilakukan Prapenuntutan, barang bukti entahkah itu celana dalam Saksi Korban Mira Lainu dan pakaian yang digunakan saat perkara pidana persetubuhan anak dibawah umur tidak terlihat. Mirisnya lagi, Celana Dalam Terdakwa dan pakaian Terdakwa tidak ada sama sekali. Jika demikian yang berlaku maka saya kira akan ada banyak korban Christian Fanda lainnya yang sudah harus siap dikeranjang”, sinis Edward.
Uniknya lagi lanjutnya, Visum Et Repertum Nomor: B/95/III/2017 yang dalam surat dakwaan sebagai dasar dalam persidangan Terdakwa Christian Fanda di Persidangan persetubuhan anak dibawah umur (Mira Lainu, red), tidak ditemukannya Visum Et Repertum dalam surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
“Kita tahu bahwa tuduhan persetubuhan atas Mira Lainu, anak dibawah umur yang dialamatkan kepada Terdakwa Christian Fanda, ketiadaan Visum Et Repertum. Karena Visum Et Repertum Nomor: B/95/III/2017 yang tertera dalam surat dakwaan yang kemudian tidak pernah muncul batang hidungnya didalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah alibi proses penyelidikan dan penyidikan alias ‘Nihil et Nihilo’ (nol besar)”, aku Edward.
Asas presumption of innocence (asas praduga tak bersalah) tegasnya, wajib hukum didudukan pada posisinya. Oleh karena itu dalam berproses hukum acara pidana, tahapan tahapannya perlu dilakukan secara cermat, tepat dan patut demi sebuah rasa keadilan di mata hukum.
“Kita malah menduga Visum Et Repertum itu milik Saksi Korban Lainnya (kasus persetubuhan anak dibawah umur yang dialamatkan pada teman sejawat Terdakwa Christian Fanda yang biasa disapa Oni Zakarias dimana Locus Delikti, Tempus Delikti di Penginapan Wilma Penfui termasuk persidangan perkara tersebut terjadi di Pengadilan Oelamasi Kabupaten Kupang dan secara kebetulan Terdakwa dalam kasus tersebut dihadirkan sebagai saksi”, beber Edward.
Investigasi fajartimor berdasarkan Pengakuan Keluarga Terdakwa, Saksi Terdakwa yang dihadirkan untuk meringankan dugaan persetubuhan anak dibawah umur atas Mira Lainu yang seluruhnya adalah keluarga teman dan tetangga Terdakwa justru dijadikan sebagai Saksi Fakta.
Uniknya lagi, TKP-nya justru dialamatkan dirumah Terdakwa tanpa sekalipun dilakukannya Reka Ulang Kejadian Perkara (Rekonstruksi) oleh Penyidik.
Lainnya lagi, Mira Lainu, anak dibawah umur yang terlihat dikawal ketat sejumlah orang berseragam yang mengaku dari Mabes dan LPSK, rupanya diduga kuat terlibat tuduhan Penjualan Anak dibawah umur berinisial A (yang diketahui berdomisili di Namosain Kota Kupang) kepada terhukum Oni Zakarias yang kini lagi menjalani hukuman 9 tahun penjara. Bersambung……… (ft/tim)