Kemarahan Presiden , Kemarahan Rakyat!

  • Share

Fajartimor.com-Kegusaran Presiden Joko Widodo, atas kasus Papa minta saham, yang diikuti dengan pencatutan nama Presiden dan Wapres, bertuah kemarahan Presiden.

Adalah Metro TV, melalui Bedah Editorial Media Indonesia pagi ini, Kamis (10/12), rupanya mengangkat topik utama “Kemarahan Presiden Joko Widodo sebagai Kemarahan Rakyat”. Fajartimor.com pun, merasakan hal tersebut wajib diberitakan.

Dan sebagai bahan pembelajaran kritis, apalagi yang menjadi sorotan utamanya adalah seorang Setya Novanto, ketua DPR RI dapil pemilihan NTT II, maka intisari bedah editorial Media Indonesia ini, boleh disajikan ke public dan masyarakat NTT.

Berikut intisarinya:

“Keraguan akan profesionalisme Mahkama Kehormatan Dewan (MKD DPR RI) dalam menyelesaikan kasus Papa Minta Saham, menemukan pembenarannya. Keraguan itu telah menjelma menjadi ketidakkepercayaan bahkan kemarahan. Tak cuma Rakyat, Presiden pun ikut marah.

Anomali sungguh mengakrabi pemimpin dan anggota MKD. Mereka duduk di Lembaga Mulia. Sapaan mereka pun yang Mulia. Tetapi tabiat dan prilaku jauh dari Mulia. Mereka mengemban misi suci sebagai penjaga dan penegak keluhuran martabat DPR sebagai wakil rakyat. Tetapi sepak terjang dalam menangani kasus Papa Minta Saham, justru membuat rakyat anti pati.

Anti pati itu mencapai titik kulminasi pada Senin 7 Desember, ketika MKD melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan terhadap ketua DPR Setya Novanto sebagai Teradu. Disitulah rakyat marah. Karena MKD malah kompromistis dan memenuhi semua kemauan Novanto.

Mereka oke oke saja ketika Setya Novanto meminta sidang ditunda. Dari pagi menjadi siang hari. Mereka oke oke saja, ketika Novanto meminta sidang dilakukan tertutup.

Beda ketika dua sidang sebelumnya, tatkala Menteri ESDM Sudirman Said dimintai keterangan sebagai Pengadu, dan Presdir PT. Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoedin sebagai Saksi. Lebih dari itu, sidang terhadap Novanto lebih dari ajang kepada yang bersangkutan menyampaikan Eksepsi.

Bukannya mencecar habis habisan untuk menggali klarifikasi terkait dengan rekaman Papa Minta Saham, MKD malah memberikan panggung seluas luasnya bagi Novanto untuk membela diri.

Kisah memiluhkan dan memalukan itulah yang juga ikut memantik kemarahan Presiden RI, Ir. Jokowidodo. Kemarahannya terpendam setelah Ia membaca transkrip rekaman, yang isinya mencatut nama-Nya dan Wapres Jusuf Kalla terkait dengan pembagian saham PT. Freeport itu pun meletuk.

Jokowi jelas Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, sebenarnya ingin menunggu dan menghormati proses yang berjalan di MKD. Tetapi ketika sidang yang menghadirkan Setya Novanto justru digelar secara tertutup, Beliau marah ucap Teten.

Seorang Presiden wajib mengelola emosi sebaik mungkin. Ia tak boleh gampang marah. Tapi harus marah ketika ada yang mempermainkan Negara atau Lembaga Negara. Artinya meski Jokowi tak peduli ketika di olok olok, disebut Presiden gila, Presiden saraf, Presiden kope, kali ini Dia pantas marah lantaran Setya Novanto dan Pengusaha Minyak Riza Chalid, telah mengusik wibawah Kepresidenan.

Dipandang dari segala sisih, bermufakat mencatut nama Presiden dan Wapres demi memperoleh saham perusahaan adalah tindakan yang tak patut. Tak Pantas, tak beretika. Lebih tidak patut lagi, ketika MKD yang mengadili dugaan pelanggaran etik itu, juga tak beretika.

Etika mana yang menjadi anutan ketika mereka malah memperlakukan Pengadu dan Saksi seperti Pesakitan saat Sidang. Etika mana yang menjadi landasan ketika mereka justru membela habis habisan Teradu.

KemarahanPresiden Jokowi ialah Kemarahan Rakyat. Ia menjadi penegas bahwa MKD kian menjauh dari harapan rakyat agar Novanto ditindak tegas.

Kemarahan itu sekaligus mengonfirmasi bahwa langkah Sudirman Said tersebut ke MKD atas Restu Presiden.  Bukan seperti ucapan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan bahwa Sudirman Said melangkah sendirian.

Harus kita katakan MKD kini telah menjadi musuh bersama. Ia tak lagi dipercaya rakyat. Tinggal tangan hukum yang layak dijadikan tumpuan asa keadilan. Karena itu, tak cukup hanya marah. Presiden harus memastikan Kejaksaan Agung dan Polri bergerak cepat menangani kasus itu di jalur Pidana”. (ft/Metro tv)

  • Share