Lagi, Percakapan Mery Eko dengan Susana A.Lelang

  • Share

“Terkait Dugaan Rekayasa Kasus Yulius Weni”

Kota, fajartimor.net-Bila dicermati, Percakapan Mery Eko dengan Susana Albertina Lelang, mengadung isyarat adanya dugaan rekayasa kasus Yulius Weni.

Tidak percaya diri, cepat marah dan terus ada dalam bayangan dan hayalan seorang Susana Albertina Lelang, jelas terbaca dalam perkacakapannya dengan Mery Eko.

Namun Mery Eko Siswa SDI Perumnas I tersebut tetap menunjuk kesadarannya. Keyakinannya akan pengetahuan yang baik dan benar, terus menuntunnya. Ditengah gejolak dan tekanan psikis yang didapatnya Dia (Mery Eko), ingin menunjukkan bahwa hidup tidak selamanya harus dipenuhi dengan kepalsuan.

Anugerah prestasi yang didapat dari sang guru olahraga Yulius Weni, rupanya menuntun dirinya yang kemudian spontan merekam percakapan dengan sang kepala sekolah Susana Albertina Lelang.

Dan bentuk tekanan dari Susana Albertina Lelang dari hasil rakaman hand phone Mery Eko adalah :

“Kamu kira masalah su abis….Besong akan dituntut habis habisan. Besong yang masok, karena kamu yang tuntut. Itu guru bikin malu semua”

Tekanan lanjutan : “Guru guru semua di Indonesia semua malu. Saya juga malu….Kepala Dinas ada di olok olok. Apalagi kepala sekolah disini”.

Lain lagi: “Lu mau pimana na pi, tidak hargai kita guru disini. Pi korek mata biji dong….ketong bikin baek supaya bikin besong. Kemarin besong pi mengaku apa sa disana…sapa lagi”.

Tidak hanya disitu bentuk tekanannya. Tekanan yang bertubi tubi kepada Mery Eko terus berlanjut seperti :

“…….Mery saya…Lu punk raport…lu akan begini begini saja…supaya lu tau kasian guru….kasian guru….”.

Tekanan lainnya: “Weii…dia pung raport dimana? Pa Eli. Eli, Eli ini anak pung raport dimana?”

Tidak hanya disitu, Mery Eko pun diajak berdamai dengan bentuk tekanan seperti:

“Lu ju bisa e..padahal lu ni punya peran……..”.

Kebenaran yang muncul melalui percakapan Mery Eko dengan Susana Albertina Lelang, terus mengisyaratkan bahwa kuat dugaan kasus Yulius Weni telah direncanakan jauh jauh hari. Hal ini nampak jelas dari pola kasus yang dituduhkan. Ambil contoh. Kedua tangan yang digunakan Yulius Weni secara manual untuk menopang siswa di kedalaman air saat latihan renang di Kolam Renang Hotel Ina Bo’i, digunakan sebagai alasan ramas susu. Lucunya lagi, tangan Yulius Weni yang digunakan secara manual untuk mendorong siswa di daerah kedudukan (pantat) siswa, agar bisa mencapai pola berputar (roll), dijadikan alasan pegang pantat.

Jika standar olahraga ini dijadikan dasar pelecehan maka yakin saja banyak person yang pasti tidak ingin menjadi guru olahraga. (ft/tim)

  • Share