Kupang, fajartimor.net – Proyek pembangunan Taman Ziarah Bukit Doa di Nubatukan, Kabupaten Lembata, NTT menyimpan misteri alias tak banyak diketahui masyarakat. Informasi tentang pengelola, asal dana, besaran dana yang telah diserap, dan kontraktor pelaksana maupun keberlanjutan dari proyek investasi berskala nasional bernilai sekitar Rp 2 Triliyun tersebut masih menjadi misteri.
Informasi yang dihimpun fajartimor, nilai investasi untuk pembangunan Taman Ziarah Bukit Doa tersebut juga dibiayai dari DAK melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dana tersebut telah digelontorkan secara bertahap dalam beberapa tahun (multiyears, red) sejak tahun 2014.
Sementara itu, sumber fajartimor yang merupakan salah satu pejabat di Lingkup Dinas PU Lembata, mengungkapkan, hingga tahun 2016, dana untuk pembangunan Taman Ziarah Bukit Doa telah mencapai sekitar Rp 100 Milyar. “Dana yang turun untuk Bukit Doa baru sekitar Rp 100 Milyar,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) NTT, Wely Pah yang dikonfirmasi melalui telepon selularnya, mengatakan, tidak tahu-menahu tentang pembangunan Taman Ziarah Bukit Doa di Lembata. Ia menduga pembangunan tersebut dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Parekraf.
“Jadi Kementerian Parekraf berusan langsung dengan Pemkab Lembata. Kita di provinsi tidak tahu tentang itu. Kalau dana DAK, biasanya langsung diturunkan kementerian ke kabupaten,” jelas Pah.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Longginus Lega yang dikonfirmasi melalui telepon selularnya, mengatakan, sesuai Ground Breaking oleh pemerintah pusat di NTB tahun 2014, pembiayaan pembangunan Taman Doa – Lembata menggunakan pola campuran, pemerintah dan swasta. “Ground Breaking dilakukan oleh Pak Hatta Rajasa. Pak bupati (Yance Sunur, red) dan kepala Bappeda yang ikut. Saya tidak ikut saat itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pembangunan Bukit Doa dilakukan oleh Yayasan Peduli Kasih. “Tidak ada dana pusat. Nol rupiah. Hanya bunyi doang, tapi tdk ada intervensi maupun alokasi dana. Nol besar. Pemerintah pusat hanya sebatas memproklamirkan lalu swasta yang masuk,” kata Kadis yang akrab disapa Longgi.
Menurutnya, Taman Ziarah Bukit Doa merupakan asset yayasan Peduli Kasih. “Patung Bunda Maria dan stasi-stasi dibangun oleh Yayasan. Tanahnya juga tanah yayasan,” ujar Longgi.
Namun menurutnya, pada tahun 2014, Pemkab Lembata mengalokasikan dana dari APBD Kabupaten Lembata untuk pembangunan jalan setapak dari stasi ke stasi. “Dari Pemkab Lembata hanya untuk pembangunan jalan setapak sebesar Rp 100 juta pada tahun 2014. Pada tahun 2016 ini, juga dialokasikan dari APBD Lembata untuk pembangunan jalan hotmix sekitar 1 km. Saya tidak tahu persis besaran dananya berapa karena ditangani oleh Dinas PU,” katanya.
Saat ditanya mengenai nama pemilik Yayasan Peduli Kasih, Longgi mengaku tak tahu. “Yang saya kenal Pak Ardi di Jakarta, tapi isterinya yang pemilik yayasan. Saya juga tidak tahu berapa besar dana yang sudah dialokasikan Yayasan Peduli Kasih untuk pembangunan Bukit Doa. Nanti saya cek dulu,” katanya.
Sementara itu, pantauan fajartimor di Bukit Doa pada awal Oktober 2016, para tukang sedang mengerjakan jalan setapak dari stasi ke stasi. Jalan masuk dari kaki bukit baru selesai digusur (potong bukit, red). Sedangkan jalan hotmix menuju puncak masih ditutup karena sedang dikerjakan.
Untuk diketahui, telah dibangun 14 stasi Jalan Salib (Kisah Sengsara Yesus Kristus sesuai kepercayaan umat Katholik, red) dari kaki bukit hingga ke puncak bukit. Di puncak bukit telah berdiri Patung Bunda Maria yang menjulang tinggi.
Seperti disaksikan fajartimor, Bukit Doa ini tampak indah dipandang baik dari laut maupun dari udara. Patung Bunda Maria tampak anggun berdiri di puncak bukit. Sayangnya, pembangunan taman ziarah yang sebenarnya dapat menjadi ‘pesona’ alias destinasi wisata andalan di Kabupaten Lembata ini masih menyimpan misteri. Pembangunan Bukit Doa ini terkesan sangat tertutup, bahkan hanya diketahui oleh oknum pejabat dan oknum tertentu di Kabupaten Lembata. (ft/suaraflobamora/oni/ian)