Kupang, fajartimor.net-Ketersediaan air baku yang sebelumnya sudah dikerjakan Balai Sungai Wilayah II NTT, di Kecamatan Kualin kabupaten TTS, rupanya tidak dapat dimaksimalkan pemanfaatannya.
Ir.Charisal A. Manu, kepala Balai Sungai yang berhasil dimintai tanggapannya ( Senin, 29/6), soal kekeringan yang berimplikasi pada kasus kelaparan yang melanda warga Kualin mengatakan keheranannya atas sumber sumber air, berupa Sumur Bor yang sebelumnya sudah diantisipasi pengadaannya. “Saya sayangkan bahwa 26 Sumur Bor yang telah dipercayakan penggunaan dan pemanfaatannya kepada pemerintah dan warga setempat, tidak dimaksimalkan oleh teman teman di sana. Kemarin manakala saya di lokasi, rupanya kelompok itu bermasalah di bibit dan bahan bakar dan itu urgen sekali. Mestinya pemerintah harus tanggap. Ada 15 kelompok tani yang sebelumnya mengalami kendala kekeringan. Dan Desa Toineke adalah yang paling terberat. Memang sangat parah tapi justru ada sumur bor di sana. Saya coba tanya, kenapa tidak tanam? warga berkelit bila bibit tidak ada. Trus saat ditanya kenapa sumur bornya tidak digunakan? katanya bahan bakar tidak ada”, Urai Roga Manu.
Dikatakan sinergisitas dalam kerangka kerja yang mengedepankan pola simbiosis mutualis justru tercermin pada daerah otonom Sabu Raijua. “Ambil misal, pada saat Balai Sungai sementara mengerjakan pekerjaan pembangunan Embung, ataupun Cekdam, pemerintah setempat memberikan apresiasi responsif dengan menyiapkan lahan garapan warga, mengadakan bibit dan pupuk. Warga dan masyarakat kemudian diberikan jaminan oleh pemerintahan Marthen Dira Thome bahwa hasil panenan warga nantinya akan dibeli oleh pemerintah. Dan memang koordinasinya seperti itu”, terang, Roga Manu.
Khusus untuk kasus di Desa Toineke, kecamatan Kualin, langkah sementara adalah memaksimalkan sumur sumur bor yang ada disana. “Saya sudah turunkan tim ke sana Utuk kemudian mendata kelompok kelompok yang ada di area sumur bor. Supaya bisa fix, karena ramalan kekeringan di sana berkisar antara bulan Juli, Agustus sampai september. Tindakan antisipatinya, adalah membangun komunikasi dalam rangka koordinasi penyiapan bibit dan bahan bakar. Termasuk menyiapkan pemanfaatan 11 Sumur Bor. 6 Sumur Bor yang sudah siap pakai ada, sementara 5 dalam proses perbaikan”, jelas Roga Manu.
Dijelaskan sebelumnya dirinya ( Roga Manu ) berada seharian penuh di Kualin untuk memantau dan memastikan seluruh kemampuan teknis Balai Sungai. “Sehari penuh saya ada disana. Kemarin saya sudah bantu 2 drum minyak ( 400 liter solar ). Kita juga sementara siapkan mobil tangki jika sewaktu waktu masyarakat membutuhkan”, sigap Roga Manu.
Jauh dikatakan Satu Sumur Bor, bisa menjangkau luasan area garapan pertanian seluas satu Hektar. “Kalau masyarakatnya ulet kita dapat kembangkan hingga 5 hektar. Saya juga menyarankan warga setempat agar area garapan pertaniannya cukup ditanami tanaman tanaman yang nilai jualnya tinggi. Semisal; Jagung, Bawang dan lainnya. Saya pun telah melaporkan kondisi tersebut kepada Dirjen dan Kementrian PU Jakarta. Hasilnya kita mendapat apresiasi dan tanggapan yang positif”, aku Roga Manu.
Informasi terakhir, yang berkembang justru masyarakat setempat lagi mempersoalkan bantuan yang disalurkan pemerintah Pusat. “hemat saya harusnya pemerintah setempat lebih tanggap. Tidak kemudian bantuan turun langsung disalurkan kepada warga. Padat Karya atau pun kegiatan kegiatan yang lebih mengutamakan ethos kerja harus menjadi bagian terpenting Pemerintah kepada warga dan masyarakatnya. Dan pola inilah yang kemudian memungkinkan warga atau masyarakat untuk tidak tergantung dengan hal hal yang bersifat bantuan”, papar Roga Manu. (ft/Bony)