Kupang, fajartimor.net-Pernyataan kritis ketua DPRD Anwar Pua Geno dan anggotannya Jefri Un Banunaek yang dirasakan kurang mendidik, memicu ragam tanggapan.
Bila membaca secara cermat pendapat ketua DPRD Anwar Pua Geno yang lalu diafirmasi (ditegaskan) oleh anggota DPRD Jefri Un Banunaek dan pakar hukum tata Negara John Tuba Helan yang dirilis salah satu media lokal adalah pernyataan yang keliru dan jauh dari standar kualitas, kata Yohanes B. Brino Tolok kepada fajartimor.net usai menemui pimpinan DPRD dan perwakilan DPRD setempat, Selasa (3/11).
Menurut Brino yang ikut tergabung dalam aksi protes Gerakan NTT Utuh, terkait polemik Pembangunan Jembatan Pantai Palo-Palmerah di kabupaten Flores Timur, sewajarnya di syukuri sebagai sebuah anugerah besar.
“Saya koq jadi heran! Mega proyek Jembatan Pancasila Palmerah yang nantinya menjadi salah satu ikon NTT, bukan disyukuri, malah diributkan. Uniknya lagi yang ribut justru datang dari para perwakilan rakyat NTT. Padahal jika ditelisik, pernyataan ketua DPRD Anwar Pua Geno dan Jefri Un Banunaek justru keluar dari kesepakatan yang telah diambil secara kolektif oleh lembaga dewan yang terhormat bersama pemerintah sebagai mitra kerjanya. Buktinya ada alokasi dana sebesar Rp 1,5 miliar untuk Pengkajian pembangunan Jembatan Palmerah”, terang Brino.
Angka 5,1 triliun lanjut brino, yang bersumber dari APBN untuk membangun jembatan Palmerah adalah angka yang wajar bila melihat kondisi kekinian angka APBN RI yang menembus angka tertinggi sebesar Rp 3000 triliun.
“Jangan kaget lah ketika mendengar angka 5,1 triliun, sebab ada pekerjaan konstruksi Jembatan semirip Palmerah yang menembus angka sebesar Rp 100 triliun. Dan jika Ketua DPRD Anwar Pua Geno dan anggotanya Jefri Un Banunaek, punya pengetahuan seluas ini, maka ungkapan bernada termangu juga pernyataan sektarian tidak perlu terucap apalagi diikuti pendapat spontan bahwa angka 5,1 triliun sebagai angka yang fantastis”, papar Brino.
Menariknya, kalau argumentasi pimpinan Dewan dan anggotanya yang menghendaki dana 5,1 triliun, dialihkan untuk pembangunan infrastruktur jalan, mestinya diikuti dengan sejumlah pra-syarat. Ambil misal peningkatan status jalan propinsi, kabupaten dan desa menjadi jalan nasional. Bila hal tersebut dilakukan secara terencana maka harapan akan intervensi pusat melalui anggaran APBN dengan sendirinya bisa terlaksana.
“Harusnya para perwakilan rakyat di DPRD NTT, senantiasa berbicara dengan selalu mengedepankan semangat aturan (regulasi). Lebih dari itu, setiap pernyataannya seyogyanya didasari dasar hukum serta kajian mendalam sehingga kemudian dapat dipertanggunjawabkan. Selebihnya sebelum bicara soal pengalihan 5,1 triliun untuk pembangunan jalan, baca dulu Peraturan pemerintah Nomor : 34 tahun 2006 tentang Jalan. Jika tidak ingin pembicaraannya diplesetkan sebagai asal bunyi atau asbun”, jelas Brino.
Sekilas ujar Brino, pernyataan ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno dan Anggota, Jefry Unbanunaek terkait pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah di Pantai Palo-Palmerah Flores Timur yang di lansir sebuah Harian Lokal di NTT, dengan intonasi “proyek Jembatan Palmerah sebagai agenda infrastruktur yang bersifat khusus dan menelan anggaran lebih besar dari total kebutuhan pembangunan ruas jalan provinsi se-NTT”, dan tekanan “prihatin dengan rencana pembangunan jembatan Pancasila Palmerah. Jika jembatan tersebut jadi dibangun tahun 2016, akan menjadi bukti bahwa gubernur NTT tidak mengejar prestasi, namun mengejar prestise”, disinyalir Brino, sebagai usaha pukul rangkul, akibat tidak kebagian jatah.
“Saya justru menduga statemen bernada minor yang dikeluarkan ketua DPRD Anwar Pua Geno dan anggotanya Jefri Un Banunaek terkesan seolah Tak kebagian Jatah”, pungkas Brino (ft/tim)