Kupang, fajartimor.net – Asa PDI Perjuangan dalam meraih kemenangan besar di Pilgub NTT harus pupus, karena spot-spot Kampanye dialogis yang di-usung Ansy Lema yang tidak bercirikan semangat gotong royong, mengabaikan peran aktif wong cilik menjadi duri bahkan luka besar.
Dialektika kampanye calon gubernur yang di usung Partai besutan Ibu Hj. Doktor Honoris Causa, Megawati Soekarnoputri yang terpantau elitis dan terkesan lebih menjual pragmatisme hedonis di ruang publik memantik decak minor lalu disebar kepada warga sebagai arena aji mumpung.
Warga Kota Kupang kepada media ini mengatakan dirinya sering memboyong seisi rumah ketika ada kampanye dialogis yang dilakukan Ansy Lema di sejumlah hotel di Kota Kupang.
“Saat kampanye dialogis saya selalu bawa keluarga besar yang sudah layak memilih karena ada pembagian uang duduk. Setelah itu saya bawa lagi mereka semua ke lokasi kampanye dialogis lainnya. Saat melihat wajah kami, Ansy Lema spontan berucap, “ini wajah-wajah yang sama. Model begini mau bagaimana?”. Mendengar ucapan seperti itu wajar kami balik badan dukung paket lain!”, terang warga tersebut.
Hal yang unik dan kemudian menjadi nilai kurang adalah ketika kampanye dialogis Ansy Lema di Kecamatan Raimanuk, Belu-Atambua.
Perwakilan warga Desa Teun, Tasain, Renrua, Rafae, Mandeu Raimanus, Mandeu, Leuntolu, Faturika dan Desa Dua Koran harus urut dada ketika Ansy Lema tinggalkan arena kampanye dialogis karena mendapat pertanyaan tantangan.
“Kami heran koq pertanyaan sederhana soal janji bantuan traktor dijawab Ansy dengan nada emosional dan lalu pergi meninggalkan kami. Jangan marah. Setelah pak Ansy pergi, Kami kemudian kabarkan berita tidak baik ini kepada semua keluarga kami di seluruh wilayah NTT. Hasilnya pak wartawan tahu sendiri tooo”, kesal warga tersebut.
Lainnya lagi, Warga Paroki Gereja St. Fransiskus Xaverius Kolimasang Adonara juga sesalkan tindakan dan ucapan yang tidak bercirikan Ideologi dan Marhaenisme yang dianut PDI Perjuangan.
Faktanya, Ansy Lema justru berlaku tidak mendidik dan bahkan membeli karya anak-anak paroki St. Fransiskus Xaverius seharga 20 juta.
“Padahal karya seni anak-anak tersebut dibandrol dengan harga tertinggi 1 juta rupiah saat pemberkatan dan pengresmian Gedung Gereja St. Fransiskus Xaverius Kolimasang, Adonara tanggal 11 Oktober 2024”, terangnya.
Sejumlah warga yang kesal tersebut, yang jelas-jelas sangat mencintai PDI Perjuangan justru berharap, elemen penting partai berlambang kepala banteng ini, secepatnya berbenah dengan melakukan evaluasi secara menyeluruh agar nantinya tidak tenggelam dalam arus perkembangan multi partai.
“Kedepan, pilih calon yang paham, spirit, ideologi partai. Kenal betul semangat gotong royong yang berciri semua untuk semua bukan malah sebaliknya one man show”, tutup warga tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, para petinggi PDI Perjuangan NTT belum bisa dikonfirmasi. (Ft/***)