‘Sssstttt!!! Spiritnya, Uang Layak Pakai untuk Makan Bersama?’

  • Share

 *Soal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan senilai 27 M lebih*

Kupang, fajartimor.net-Karena penempatan lokasi kegiatan adanya di pedalaman desa, maka spiritnya bukan Permukiman Layak Huni dan Berkelanjutan tapi Uang Layak Pakai untuk Kepentingan Makan Bersama.

Jika format pemeriksaan kesiapan (readiness) criteria paket pekerjaan kontraktual (non swakelola), benar benar jujur dan bertanggungjawab berdasarkan regulasi maka jenis pekerjaan multi years tersebut tidak mungkin layaknya mainan congkak congkakan (lompat lompat senang), jelas sumber fajartimor.

Menurutnya, Unit kerja esalon 1 Direktorat Jenderal Cipta Karya, harusnya serius menangani kegiatan yang jelas jelas dibiayai oleh APBN tersebut.

tikus-kantor-kita

“Jangan hanya duduk di belakang meja biro, lalu minta informasi positif dari daerah tanpa pengecekan lapangan kemudian seenak saja laporan ke pak Menteri, bahwa semuanya beres sesuai rencana. Padahal umum kini mulai tahu, kalau untuk lima (5) lokasi kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan di NTT sebesar  27 milyar lebih yang tersebar di kabupaten Belu dan kabupaten Kupang, justru sangat beraroma gratifikasi”, sindirnya.

Ada sejumlah regulasi yang menjadi arah kegiatan tersebut katanya, hanya saja dalam implementasinya justru jauh sekali dari harapan publik.

“Publik tahu, ada Peraturan Mentri PU nomor: 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU. Ada Peraturan Presiden RI nomor: 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Esalon 1 Kementerian Negara. Ada sejumlah regulasi Pengadaan Barang dan Jasa (UU, PP, Perpres). Dan ada juga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 15/PRT/M/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur. Tapi kalau model kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan di NTT seperti ini (lompat dari satu tempat ke tempat lainnya/alasan DAPIL DPR dan unsur suka dan tidak suka) , maka prioritas nasional khususnya untuk membiayai prasarana dan sarana bidang infrastruktur masyarakat yang belum mencapai standar tertentu dan semangat pemerintah pusat dalam mendorong percepatan pembangunan daerah hanya akan menjadi slogan dan semboyan. Pihak pelaksana lapangan akan terus bersuka ria tanpa ada yang bisa tersentuh”, urainya.

Dikatakan, pedoman yang kini dianut para pelaksana aksi dan kegiatan (Satker, PPK dan Pokja) sudah mulai jauh dari spirit dan semangat kerja. Buktinya Penempatan Kluster tidak sesuai, Dok. Sektor tidak terisi, kolom kesiapan (readiness) terkesan ditulis seadanya.

“Saya malah menduga sepersekian persen dari sebesar Rp 27 milyar lebih (dua puluh tujuh milyar enam ratus juta), dimaknai sebagai jatah reman atau uang layak pakai untuk kepentingan makan bersama”, tudingnya.

Investigasi fajartimor, yang terbaca pada Format Pemeriksaan Readiness Criteria Paket Pekerjaan kontraktual Tahun Anggaran 2016, Satker: Pengembangan Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan Nusa Nusa Tenggara Timur, kolom nama output/sub output/keluaran/paket pekerjaan: Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan khusus Pembangunan PSD Permukiman Perdesaan Kawasan Agropolitan Desa Fatuketi Kakuluk Mesak berlokasi di Kabupaten Belu. Kluster A, Dok.Sektor tidak ada isian, Satuan: volume 1, satuan PKT, Alokasi: 6.000.000.000. Sementara pada kolom Readiness Criteria di bagian Diusulkan dalam konreg. Terlihat dan terbaca :Tidak, SK Penetapan Lokasi: ada, DED: siap, Status Lahan: Siap, Kesediaan Serah Terima Aset: ada, DDUB: ada. Lainnya pada kolom Kelengkapan Penelitian RKAKL, khusus TOR justru terlihat tidak ada isian (under cursor). Sedangkan RABnya terisi: Disiapkan. Uniknya Form-PKP kolom Catatan Pembahasan (Ditolak/Disetujui/Disetujui dengan catatan sama sekali tidak ada isian. (ft/boni)

  • Share