Kupang, fajartimor.net – Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi dan Keadilan (Garda) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) melaporkan Bupati Kabupaten TTU, Provinsi NTT, Raymundus Sau Fernandez kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi dalam pelaksanaan proyek dengan total nilai sekitar Rp 86,8 milyar pada tahun 2008 hingga 2011.
Bupati Kabupaten TTU, Raymundus Sau Fernandez yang berusaha dikonfirmasi melalui telepon selularnya tidak berhasil dihubungi. Pada Sabtu, pukul 16.41 wita, Bupati Fernandez dihubungi via SMS (Short Massage Sistem) untuk meminta kesediaannya dikonfirmasi wartawan, namun tidak dibalas. Bupati Fernandez juga berusaha dikonfirmasi melalui telepon selularnya sebanyak 3 kali hingga pukul 17.59 wita. Namun Bupati Fernandez tidak menjawab telepon wartawan.
Berdasarkan laporan Garda TTU dalam suratnya Nomor: 01/Garda-TTU/I/2016, Perihal : Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi (yang copiannya diperoleh media ini, red), tertanggal 7 Januari 2016, Garda TTU melaporkan Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandez, S.Pt kepada KPK RI di Jakarta. Dalam laporannya, Garda NTT melaporkan keterlibatan Bupati Fernandez dalam 5 kegiatan/proyek dengan total nilai sekitar Rp 86,8 milyar.
Dalam laporan yang ditandatangani oleh Ketua Garda TTU, Paulus Bau Modok, SE dan Sekretaris Wilhelmus Oki, S.Ip tersebut, Garda NTT merincikan 5 proyek tersebut yakni : 1) pelaksanaan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun 2008, 2009, dan 2010; dengan total anggaran sekitar Rp 47,5 milyar;
2) penggunaan sisa dana Pemilu TTU tahun 2010 dengan total anggaran sekitar Rp 4 milyar; 3) pelaksanaan Proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) tahun 2011 dengan total anggaran sekitar Rp 18 milyar; 4) pelaksanaan proyek program padat karya pangan dengan total anggaran Rp 7,6 milyar; dan dugaan mark up pengadaan Alkes di RSUD Kefamenanu dengan total anggaran Rp 9,7 milyar (lihat tabel).
5 Proyek Yang Dilaporkan Garda TTU ke KPKTerkait Dugaan Korupsi Yang Melibatkan Bupati TTU | ||
No. | Uraian | Total Anggaran (RP) |
1 | Dugaan Korupsi DAK Pendidikan Tahun 2008,2009, dan 2011 | 47,500,000,000 |
2 | Dugaan Korupsi Sisa Dana Pemilu TTU tahun 2010 | 4,000,000,000 |
3 | Dugaan Korupsi Proyek PPID tahun 2011 | 18,000,000,000 |
4 | Dugaan Korupsi Program Padat Karya Pangan tahun 2011 | 7,648,700,000 |
5 | Dugaan Korupsi Mark Up (Penggelembungan Harga) Alkes RSUD Kefa tahun 2012 | 9,737,981,000 |
J u m l a h | 86,886,681,000 |
Sumber : Laporan Garda TTU ke KPK, 7 Januari 2016.
Ketua Garda TTU, Paulus Modok yang dikonfirmasi media ini mengakui adanya laporan tersebut. Khusus untuk kasus DAK Pendidikan Rp 47,5 milyar, Modok mempertanyakan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Kejari Kefamenanu terkait kasus pengadaan buku.
Menurut Modok, Kejari Kefamenanu mengeluarkan SP3 untuk sengaja menghindari keterlibatan actor intelektual. “Mengapa di SP3? Padahal penyidik sudah memiliki alat bukti yang cukup sehingga belasan tersangka lain bisa ditahan,” ujarnya.
Jika kasus tersebut di SP3 dengan alasan tidak cukup alat bukti, lanjut Modok, maka akan menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat dan tersangka lain yang sudah pernah ditahan? “Mengapa 14 tersangka kasus pengadaan buku tersebut bisa ditahan kalau alat bukti belum cukup? Ini ‘kan aneh. Ada apa? Kami melihat adanya kejanggalan-kejanggalan dibalik SP3 yang dilakukan Kejari Kefamenanu,” tandasnya.
Menurut Modok kasus tersebut harus dibuka kembali agar menjadi terang dan jelas demi penegakan hukum dan keadilan di TTU. “Kalau jaksa mengatakan harus ada novum untuk bisa membuka kembali kasus tersebut, maka penolakan DPRD TTU terhadap pelaksanaan DAK Rp 47,5 milyar tersebut dan tidak adanya pertanggungjawaban Bupati TTU terhadap pelaksanaan dana Rp 47,5 milyar tersebut, seharusnya menjadi novum. Jaksa tahu itu tapi pura-pura tidak tahu. Ada apa? Mengapa mantan Ketua DPRD TTU dan anggota DPRD TTU saat itu tidak diperiksa?” paparnya.
Modok menjelaskan, keterlibatan Bupati Fernandez dalam kasus DAK Pendidikan Rp 47,5 milyar tersebut karena pelaksanaan proyek tersebut atas perintah Bupati Fernandez melalui Perbub TTU No.23 dan 24 Tahun 2011. “Bupati terlibat karena memang Bupati yang buat Perbub yang menjadi dasar pelaksanaan Proyek Rp 47,5 milyar tersebut. Dan DPRD TTU telah menolak dua Perbub tersebutsampai hari ini, fisik kedua Perbub tersebut?” jelasnya.
Penegakan hukum di TTU, lanjut Modok, berjalan di tempat. Karena itu Ia melaporkan masalah tersebut ke KPK. “KPK harus bongkar semua yang terlibat. Tidak hanya pengadaan buku tapi juga pembangunan SD/MI dan SMP/Madrasah dengan total anggaran sekitar Rp 25 milyar,” tandasnya. (ft/sf/tim)